Burung gereja erasia (Passer montanus) adalah burung yang paling sukses hidup berdampingan dengan manusia. Kita dapat menemukan burung ini hidup di bawah atap rumah, masjid, gereja, dan banyak tempat lainnya.
Satu yang membedakan burung ini dengan burung lainnya adalah kemampuannya dalam beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggal manusia. Mereka seakan tidak begitu terganggu dengan kehadiran manusia di dekatnya.
Kalau bururng lain cenderung membuat sarang di pepohongan tinggi yang jauh dari jangkauan manusia, berbeda dengan burung gereja yang malah membuat sarang di sekitar tempat tinggal manusia. Mereka mencari makan di sekitar rumah, mencari sisa-sisa makanan manusia, maupun mencari biji-bijian rumput liar yang ada di sekitar rumah.
Kita tidak akan kesulitan menemukan burung gereja di daerah perkotaan atau perumahan, karena hampir pasti selalu ada burung ini. Namun kita justru tidak akan menemukan burung ini di hutan-hutan yang lebat, tempat kebanyakan jenis burung lain hidup.
Dari situ kita bisa menyimpulkan bahwa burung gereja adalah burung yang paling sukses hidup berdampingan dengan manusia. Mereka seakan-akan mampu beradaptasi dengan baik bersama manusia di sekitarnya sehingga mampu menyebar ke segala penjuru.
Kesuksesan burung gereja selain karena kemampuan adaptasinya, mungkin juga dipengaruhi oleh tidak adanya pemburu yang berminat menangkap burung ini. Yah...burung gereja memang bukan jenis burung pekicau, jadi tidak pernah ditangkap untuk dieksploitasi suaranya. Burung ini juga bukan jenis dengan warna indah yang memanjakan mata yang melihatnya. Jadi tidak ada pemburu yang akan menangkapnya.
Kemampuan beradaptasi yang baik dan ditambah tidak adanya ancaman dari pemburu membuat burung yang memiliki nama inggris Eurasian Tree Sparrow ini dapat ditemukan di hampir seluruh desa dan kota di Indonesia.
Entah darimana sumber penamaan kenapa bisa dinamakan burung gereja, padahal dia juga ditemukan membuat sarang di masjid-masjid hehe.
Saya jadi ingat sebuah guyonan,
"Burung gereja belum tentu beragama kristen, demikian pula bondol haji belum tentu beragama islam".
Satu yang membedakan burung ini dengan burung lainnya adalah kemampuannya dalam beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggal manusia. Mereka seakan tidak begitu terganggu dengan kehadiran manusia di dekatnya.
Burung gereja erasia dengan ciri khas tompel hitam di pipinya. |
Kalau bururng lain cenderung membuat sarang di pepohongan tinggi yang jauh dari jangkauan manusia, berbeda dengan burung gereja yang malah membuat sarang di sekitar tempat tinggal manusia. Mereka mencari makan di sekitar rumah, mencari sisa-sisa makanan manusia, maupun mencari biji-bijian rumput liar yang ada di sekitar rumah.
Kita tidak akan kesulitan menemukan burung gereja di daerah perkotaan atau perumahan, karena hampir pasti selalu ada burung ini. Namun kita justru tidak akan menemukan burung ini di hutan-hutan yang lebat, tempat kebanyakan jenis burung lain hidup.
Dari situ kita bisa menyimpulkan bahwa burung gereja adalah burung yang paling sukses hidup berdampingan dengan manusia. Mereka seakan-akan mampu beradaptasi dengan baik bersama manusia di sekitarnya sehingga mampu menyebar ke segala penjuru.
Kesuksesan burung gereja selain karena kemampuan adaptasinya, mungkin juga dipengaruhi oleh tidak adanya pemburu yang berminat menangkap burung ini. Yah...burung gereja memang bukan jenis burung pekicau, jadi tidak pernah ditangkap untuk dieksploitasi suaranya. Burung ini juga bukan jenis dengan warna indah yang memanjakan mata yang melihatnya. Jadi tidak ada pemburu yang akan menangkapnya.
Kemampuan beradaptasi yang baik dan ditambah tidak adanya ancaman dari pemburu membuat burung yang memiliki nama inggris Eurasian Tree Sparrow ini dapat ditemukan di hampir seluruh desa dan kota di Indonesia.
Entah darimana sumber penamaan kenapa bisa dinamakan burung gereja, padahal dia juga ditemukan membuat sarang di masjid-masjid hehe.
Saya jadi ingat sebuah guyonan,
"Burung gereja belum tentu beragama kristen, demikian pula bondol haji belum tentu beragama islam".
EmoticonEmoticon