Catatan Harian Pendamping PKH (Program Keluarga Harapan)
Sebagai pendamping PKH, saya sering berurusan dengan orang kaya yang menolak dikeluarkan dari kepesertaan PKH. Bagi yang belum paham, program PKH adalah bantuan tunai bagi warga miskin yang memiliki komponen ibu hamil, balita, apras, anak sekolah, anak disabilitas, dan lansia. Keluarga yang menerima bantuan PKH dapat dihentikan bila sudah kaya atau sudah tidak memiliki komponen-komponen tersebut di atas.
Nah, sebagai pendamping PKH saya harus jeli keluar masuk kampung bertemu penerima PKH untuk menentukan apakah sekarang kondisi ekonominya sudah meningkat atau belum.
Beberapa waktu yang lalu, setelah memantau selama beberapa bulan saya menemukan satu penerima PKH yang saya anggap sudah kaya. Beliau memiliki aset berupa 3 petak tanah yang cukup luas, memiliki mobil angkutan umum colt jadul yang katanya sudah lama tidak beroperasi, dan baru saja membangun rumah walaupun hanya rumah batako.
Karena saya anggap ekonominya sudah meningkat saya putuskan untuk meng-NE (non eligible) orang tersebut sehingga bantuannya akan berhenti.
Siang itu saya datangi rumah beliau, saya masuk ke rumah, dan tuan rumah menyambut dengan wajah lesu karena baru bangun tidur siang. Saya dipersilakan duduk di ruang tamu yang hanya beralaskan karpet tanpa kursi dan meja.
Kemudian beliau duduk di depan saya sambil bertanya "Mas sehat?" saya jawab "Alhamdulillah sehat Bu, Ibu sehat?" pertanyaan standar kalau bertamu ke rumah orang hehehe.
Setelah itu baru saya sampaikan maksud kedatangan saya untuk mencoret kepesertaan beliau dari PKH karena saya anggap sudah memiliki ekonomi yang lancar. Mungkin karena baru bangun tidur dan nyawanya belum penuh, ibu itu manut-manut saja dan tidak komentar apapun...beliau hanya mengiyakan saja.
Setelah itu saya pamitan dan kembali ke kantor PKH di Kecamatan....
Sehari kemudian beliau protes kepada ketua kelompok dan bertanya kenapa dirinya dihentikan dari PKH. Ketua kelompok adalah orang kepercyaan saya di masing-masing dusun untuk koordinasi dengan anggota-anggota lainnya. Ketua kelompok itu akhirnya mengirim pesan pada saya dan dengan kecepatan kilat, motor Revo saya gas menuju rumahnya.
Di rumah ketua kelompok saya bertemu dengan ibu yang kemarin baru saya NE itu. Di kesempatan ini beliau sangat bersemangat dan protes kepada saya mengapa beliau sampai dicoret. Ya saya jelaskan lagi sebab-sebabnya bahwa beliau saya anggap sudah lancar ekonominya karena sudah memiliki aset ini dan itu.
Saya jelaskan bahwa beliau punya tanah yang cukup luas, punya mobil angkutan, dna baru membuat rumah.
Lucunya...ibunya bilang begini :
"Iya mas saya memang punya tanah, tapi kan kalau tidak digarap tetap tidak menghasilkan apa-apa"
"Saya juga punya mobil angkutan, tapi kalau tidak berangkat juga tidak menghasilkan apa-apa".
"Saya ini masih membutuhkan bantuan mas".
Ibunya bilang begitu dengan ekspresi serius dan tatapan mata tajam.
Wkwkwkwk.......Di dalam hati saya tertawa beliau berkata seperti itu.
Kemudian saya bilang :
"Bu...Pak Prabowo yang punya tanah ratusan hektar pun kalau tanahnya tidak digarap juga tidak menghasilkan apa-apa, Bos AirAsia pun kalau pesawatnya tidak terbang juga tidak dapat apa-apa, tapi mereka disebut orang kaya karena asetnya banyak".
"Ibu juga punya aset walaupun tidak sebanyak mereka, dan saya lihat tanahnya juga digarap dan mobilnya sekali-sekali masih berangkat, ekonomi ibu itu lancar".
Ibu itu hanya memandang saya...mulutnya agak sedikit terbuka tapi tidak mengucapkan sepatah kata pun. Melongo :O
Setelah saya jelaskan seperti itu akhirnya beliau agak paham, walaupun mungkin tidak dengan hati yang ikhlas tapi tetap menerima kalau sudah diberhentikan dari PKH dan tidak lagi menerima bantuan uang tunai.
Dari cerita tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa di Indonesia sebenarnya banyak orang kaya dan mampu secara ekonomi namun miskin moral. Mereka sudah kaya namun masih menganggap dirinya miskin agar tetap bisa menerima bantuan sosial dari pemerintah. Mereka tidak malu mengatakan dirinya miskin padahal asetnya berjubel.
Yah begitulah....salah satu masalah utama di negeri ini adalah moral. Yang kaya mengaku miskin agar tetap dapat bantuan, padahal ada warga yang lebih membutuhkan dari mereka.
Sebagai pendamping PKH, saya sering berurusan dengan orang kaya yang menolak dikeluarkan dari kepesertaan PKH. Bagi yang belum paham, program PKH adalah bantuan tunai bagi warga miskin yang memiliki komponen ibu hamil, balita, apras, anak sekolah, anak disabilitas, dan lansia. Keluarga yang menerima bantuan PKH dapat dihentikan bila sudah kaya atau sudah tidak memiliki komponen-komponen tersebut di atas.
Nah, sebagai pendamping PKH saya harus jeli keluar masuk kampung bertemu penerima PKH untuk menentukan apakah sekarang kondisi ekonominya sudah meningkat atau belum.
Petani yang sudah memiliki aset banyak tidak pantas dapat PKH lagi |
Beberapa waktu yang lalu, setelah memantau selama beberapa bulan saya menemukan satu penerima PKH yang saya anggap sudah kaya. Beliau memiliki aset berupa 3 petak tanah yang cukup luas, memiliki mobil angkutan umum colt jadul yang katanya sudah lama tidak beroperasi, dan baru saja membangun rumah walaupun hanya rumah batako.
Karena saya anggap ekonominya sudah meningkat saya putuskan untuk meng-NE (non eligible) orang tersebut sehingga bantuannya akan berhenti.
Siang itu saya datangi rumah beliau, saya masuk ke rumah, dan tuan rumah menyambut dengan wajah lesu karena baru bangun tidur siang. Saya dipersilakan duduk di ruang tamu yang hanya beralaskan karpet tanpa kursi dan meja.
Kemudian beliau duduk di depan saya sambil bertanya "Mas sehat?" saya jawab "Alhamdulillah sehat Bu, Ibu sehat?" pertanyaan standar kalau bertamu ke rumah orang hehehe.
Setelah itu baru saya sampaikan maksud kedatangan saya untuk mencoret kepesertaan beliau dari PKH karena saya anggap sudah memiliki ekonomi yang lancar. Mungkin karena baru bangun tidur dan nyawanya belum penuh, ibu itu manut-manut saja dan tidak komentar apapun...beliau hanya mengiyakan saja.
Setelah itu saya pamitan dan kembali ke kantor PKH di Kecamatan....
Sehari kemudian beliau protes kepada ketua kelompok dan bertanya kenapa dirinya dihentikan dari PKH. Ketua kelompok adalah orang kepercyaan saya di masing-masing dusun untuk koordinasi dengan anggota-anggota lainnya. Ketua kelompok itu akhirnya mengirim pesan pada saya dan dengan kecepatan kilat, motor Revo saya gas menuju rumahnya.
Di rumah ketua kelompok saya bertemu dengan ibu yang kemarin baru saya NE itu. Di kesempatan ini beliau sangat bersemangat dan protes kepada saya mengapa beliau sampai dicoret. Ya saya jelaskan lagi sebab-sebabnya bahwa beliau saya anggap sudah lancar ekonominya karena sudah memiliki aset ini dan itu.
Saya jelaskan bahwa beliau punya tanah yang cukup luas, punya mobil angkutan, dna baru membuat rumah.
Lucunya...ibunya bilang begini :
"Iya mas saya memang punya tanah, tapi kan kalau tidak digarap tetap tidak menghasilkan apa-apa"
"Saya juga punya mobil angkutan, tapi kalau tidak berangkat juga tidak menghasilkan apa-apa".
"Saya ini masih membutuhkan bantuan mas".
Ibunya bilang begitu dengan ekspresi serius dan tatapan mata tajam.
Wkwkwkwk.......Di dalam hati saya tertawa beliau berkata seperti itu.
Kemudian saya bilang :
"Bu...Pak Prabowo yang punya tanah ratusan hektar pun kalau tanahnya tidak digarap juga tidak menghasilkan apa-apa, Bos AirAsia pun kalau pesawatnya tidak terbang juga tidak dapat apa-apa, tapi mereka disebut orang kaya karena asetnya banyak".
"Ibu juga punya aset walaupun tidak sebanyak mereka, dan saya lihat tanahnya juga digarap dan mobilnya sekali-sekali masih berangkat, ekonomi ibu itu lancar".
Ibu itu hanya memandang saya...mulutnya agak sedikit terbuka tapi tidak mengucapkan sepatah kata pun. Melongo :O
Setelah saya jelaskan seperti itu akhirnya beliau agak paham, walaupun mungkin tidak dengan hati yang ikhlas tapi tetap menerima kalau sudah diberhentikan dari PKH dan tidak lagi menerima bantuan uang tunai.
Dari cerita tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa di Indonesia sebenarnya banyak orang kaya dan mampu secara ekonomi namun miskin moral. Mereka sudah kaya namun masih menganggap dirinya miskin agar tetap bisa menerima bantuan sosial dari pemerintah. Mereka tidak malu mengatakan dirinya miskin padahal asetnya berjubel.
Yah begitulah....salah satu masalah utama di negeri ini adalah moral. Yang kaya mengaku miskin agar tetap dapat bantuan, padahal ada warga yang lebih membutuhkan dari mereka.
EmoticonEmoticon