Oleh I Dewa Gede Trinandita, S. Pd.
Guru SMP Negeri 2 Banjarangkan
Memasuki Sekolah Tinggi Keguruan adalah sebuah keputusan yang dilematis saat itu. Apalagi bercita-cita untuk menjadi seorang guru. Banyak pikiran berkecamuk di hati. Rasanya saat itu tak sedikitpun terbesit cita-cita menjadi seorang guru. Bahkan ketika sudah berada di kelas 3 SMA, belum tahu ke mana cita-cita ini harus berlabuh. Rasanya belum ada kemantapan di dalam hati.
Waktu itu tahun 90-an ketika akan tamat SMA, dalam benak yang ada hanyalah keinginan masuk perguruan tinggi. Hal ini sejalan dengan keinginan orang tua. Sementara itu orang tua niscaya akan berusaha agar anak-anaknya bisa kuliah.
Saya anak ketiga dari lima bersaudara. Ada dua adik saat itu yang juga akan ikut menyusul kuliah. Orang tua semangat agar anak-anak masuk perguruan tinggi, minimal mendapat gelar diploma.
Saat usia remaja keinginan saya yaitu ingin menjadi seorang insinyur. Terbayang sosok seorang insinyur yang keren. Namun atas saran orang tua, terutama ayah, diminta untuk mempertimbangkan memilih kuliah yang masa studinya tidak terlalu panjang. Yang penting nantinya cepat kerja. Maka disarankan untuk masuk Sekolah Tinggi Keguruan.
Saat itu tidak ada rasa percaya diri untuk menjadi seorang guru. Namun orang tua terus memberikan semangat. Dengan berbagai pertimbangan, maka akhirnya keputusan jatuh pada Diploma III, Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan Ilmu Pendidikan STKIP Singaraja, jurusan MIPA.
Keluarga tinggal di Kabupaten Klungkung. Maka saat kuliah, saya ikut tinggal bersama paman yang rumahnya dekat dengan kampus. Kebetulan adik ayah tinggal di Kota Singaraja. Seminggu atau sebulan baru pulang ke rumah. Jadi saya tidak kost tetapi menumpang di rumah paman di kota itu. Pertimbangannya tentu untuk menghemat biaya.
Akhirnya tiada terasa tamatlah dari kuliah. Harapan untuk diangkat sebagai guru lama tidak terwujud. Karena formasi untuk lulusan diploma tidak ada. Ada saran dari orang tua untuk melanjutkan kuliah tetapi saya memilih untuk bekerja. Jadilah saya mengajar di tempat bimbingan belajar mulai tahun 1997.
Pengalaman mengajar di tempat bimbingan belajar betul-betul menempa mental. Kesetiaan membuat saya bertahan hingga 7 tahun bekerja di sana. Atas saran istri, akhirnya di tahun ke-7 saya mencoba melamar di sebuah sekolah swasta di dekat rumah dan diterima. Berbeda dengan di tempat bimbingan belajar, kerja di sekolah membuat saya punya waktu lebih untuk keluarga. Namun di sekolah swasta tersebut hanya bertahan setahun.
Kemudian di tahun 2005 ada perekrutan guru PNS dan Ijazah Diploma III ada formasinya. Akhirnya penulis lolos dan menjadi guru seperti saat ini. Setelah diangkat menjadi guru itu, saya melanjutkan pendidikan di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP PGRI BALI) di tahun 2006.
Saya menikah saat usia 29 tahun tepatnya di tahun 1999. Di tahun 2000, lahirlah putra kami yang pertama. Istri saya juga seorang guru di salah satu sekolah swasta di kota Denpasar. Kami tinggal di daerah Batubulan, Sukawati, Gianyar. Saat diangkat menjadi guru, putra kedua lahir tepatnya di tahun 2005.
Mengabdi untuk Generasi Masa Depan
Saya merasakan semua jalan kehidupan ini mengalir seperti air. Semua berjalan begitu saja walau terkadang ada kerikil atau batu yang menghadang. Namun air itu terus mengalir menuju tempatnya. Saya hanya menjalani hidup ini dengan penuh rasa syukur, mengabdi, dan berusaha. Di manapun bekerja asal dapat mengabdikan diri itu sudah sesuatu yang luar biasa.
Kesetiaan pada tugas mengabdikan ilmu menjadikan saya punya rasa tanggung jawab yang lebih besar. Sebagai seorang guru seperti saat ini, rasanya tidak cukup untuk menjadikan seseorang cerdas saja namun yang terpenting mampu melahirkan generasi yang beretika, berbudi pekerti luhur, dan bertanggung jawab. Seperti harapan dan tujuan pendidikan nasional.
Pengalaman yang telah terlalui memberi bekal perjalanan hidup dan pengetahuan sebagai guru untuk menapak kehidupan. Cita-cita memang tak selalu berjalan seperti apa yang diharapkan. Namun cita-cita itu bisa sebagai penyemangat. Dalam meraihnya tentu banyak banyak rintangan dan halangan. Jika cita-cita itu kuat maka sebesar apapun halangan dan rintangan akan mampu teratasi.
Faktor nasib dan garis tangan tidak boleh dikesampingkan. Terkadang bercita-cita ingin jadi pengusaha sukses namun akhirnya menjadi seorang tentara; bercita-cita ingin menjadi dokter malah akhirnya menjadi pengusaha. Dan masih banyak contoh kasus lainnya.
Saya sendiri menyadari bahwa perjalanan meniti kehidupan hingga akhirnya menjalani sebagai seorang guru sungguh perjalanan berliku. Saya sangat berterima kasih atas saran dan pertimbangan yang disampaikan orang tua saat itu. Perjalanan ini saya rasakan adalah sebuah skenario kehidupan yang ditulis Tuhan. Kita hanya menjalani dan melakoni saja.
Banyak hikmah yang bisa dipetik dari perjalanan meniti kehidupan ini. Pelajaran itu di antaranya adalah rasa percaya diri, menetapkan cita-cita yang kuat, pantang menyerah, tekun, menerima kenyataan dan yang terakhir selalu bersyukur.
Tetapkanlah cita-cita sesuai keadaan yang memungkinkan untuk mencapainya. Jalani dengan ketekunan setelah cita-cita itu ditetapkan. Kerjakan yang terbaik. Doa restu orang tua adalah modal yang sangat penting untuk sebuah harapan menggapai cita-cita.
Jangan abaikan nasihat dan pesan orang tua. Tidak ada orang tua yang mengarahkan anaknya untuk menuju masa depan yang kurang baik. Orang tua senantiasa mengharapkan anak-anaknya sukses dan berhasil menggapai cita-cita. Terlebih untuk cita-cita mulia anak-anaknya.
Perlu juga dipahami bahwa tantangan kehidupan di depan bukan semakin ringan dan mudah. Persaingan hidup untuk mendapatkan pekerjaan semakin sulit. Banyak persaingan dan tantangan yang harus dihadapi. Kecepatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengharuskan generasi masa depan untuk bergerak cepat mengambil peluang.
Peluang kehidupan yang semakin terbuka lebar memberi banyak pilihan dan banyak harapan. Namun di balik itu tentu kesiapan bekal berupa ilmu pengetahuan, pergaulan, serta penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi sangat dibutuhkan. Jika tidak bisa maka bisa ketinggalan dalam persaingan hidup saat ini dan nanti.
Jika dibandingkan dengan masa lalu maka informasi saat ini jauh lebih maju. Media sosial saat ini sudah sangat terbuka untuk diakses. Segala informasi dengan sangat cepat dapat diperoleh.
Saya berbangga hati ketika di sekolah kemudian bertanya pada anak didik tentang cita-cita. Mereka tidak ada yang tidak punya cita-cita. Ada yang bercita-cita ingin menjadi dokter, polisi, tentara, pengusaha sukses, arsitek, Polwan, dan masih banyak lagi.
Yang membanggakan sebagian dari mereka juga ada yang bercita-cita menjadi guru. Hal ini tentu sebuah pertanda baik. Saya sebagai guru sangat senang. Karena penulis meyakini dengan cita-cita yang sudah terpatri dalam jiwa mereka itu, berarti modal sukses sudah mereka pegang. Dengan cita-cita yang sudah terpendam di hati berarti hati, jiwa, pikiran dan usaha akan terkerahkan untuk menggapai tujuan tersebut. Dengan demikian satu langkah menuju cita-cita sudah dijalankan. Tinggal menunggu waktu untuk mewujudkan.
Rasa bangga dan senang tentu ada karena mereka telah berhasil menentukan arah hidup. Karena semua tahu bahwa kebimbangan dan keraguan adalah sesuatu yang tidak baik. Sesuatu yang menjadikan langkah tidak tegas dan arah yang dituju terasa kabur. Semoga generasi masa depan adalah generasi yang lebih hebat, lebih percaya diri untuk menghadapi tantangan hidup.
Kehidupan ini sejatinya adalah perjalanan penuh misteri. Penuh teka-teki. Namun jika kesungguhan hati benar-benar terpatri dalam diri niscaya semua akan sangat berarti.
Tidak ada sesuatu pun yang terjadi di dunia ini yang tidak mempunyai makna. Sekecil apapun itu tentu wajib disyukuri dan dijadikan guru yang baik. Karena pengalaman hidup merupakan guru yang baik.
Pengalaman menjadikan hidup ini memiliki pedoman. Pedoman hidup itulah yang nantinya dapat ditularkan ke peserta didik sehingga tumbuh kader-kader generasi muda yang tangguh, pantang menyerah, berguna bagi diri sendiri, bagi keluarganya, bangsa dan negara yang kita cintai bersama. Serta mampu melanjutkan perjuangan dan mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan pada 17 Agustus 1945.
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link INI atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
*Meniti Jalan Menjadi Guru (MJMG) adalah konten serial yang mengisahkan perjalanan dan pengalaman menjadi seorang guru yang ditulis sendiri oleh nama bersangkutan. Tayang eksklusif di NaikPangkat.com dan akan dibukukan dalam sebuah antologi dengan judul “Meniti Jalan Menjadi Guru”
Artikel Meniti Jalan Menjadi Guru: I Dewa Gede Trinandita pertama kali tampil pada NaikPangkat.com.
Semoga Informasi di atas bermanfaat bagi kita semua. Majukan Pendidikan Indonesia yang bermartabat dan berkualitas.
EmoticonEmoticon