Andi Hazizah Al Jufri: Menjalani Takdir Hidup sebagai Guru

Hallo, Salam kembali kita berjumpa. Informasi terbaru dari Admin nih tentang Andi Hazizah Al Jufri: Menjalani Takdir Hidup sebagai Guru. Yang dikutip dari naikpangkat.com.

Oleh Andi Hazizah Al Jufri, S.Pd

Kepala Sekolah di TK. Putri Andi Hasyim Al Jufri

 

Dalam menjalani hidup ini, sebenarnya saya tidak pernah berencana atau bercita-cita ingin menjadi seorang guru.  Tapi ini semua mungkin sudah garis takdir Allah untuk saya. Walaupun demikian, saya sangat bangga telah menjadi seorang guru yang bisa mendidik anak-anak generasi bangsa Indonesia ini.

Sejak kecil, saya memang sudah terkenal sebagai sosok anak yang lincah, ramah, dan senang bergaul dengan siapa saja. Saya sangat mudah untuk berteman dan berkumpul dengan banyak orang. 

Saya merupakan anak bungsu dari 5 bersaudara yang lahir di Desa Tarengge, tanggal 08 Mei 1986. Ayah saya adalah seorang pekerja wiraswasta yang bekerja di proyek tambang di Tembagapura, Timika sejak tahun 1991. Dan ibu saya adalah seorang petani yang sehari-harinya dihabiskan di kebun, yang tinggal di Desa Tarengge, Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur. 

Walaupun saya anak bungsu, tapi saya termasuk anak yang sangat mandiri. Sejak umur 7 tahun, saya diasuh oleh nenek saya yang tinggal di Makassar (waktu itu masih bernama Ujung Pandang). Dan sejak itu pula, saya sudah terbiasa hidup tanpa kedua orang tua. Walaupun hidup dan dibesarkan oleh nenek, tapi saya tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang . Sebab nenek pun sangat menyayangi saya.

Setiap dini hari, nenek saya sudah bangun untuk membuat kue. Nantinya untuk dijual ke warung-warung sekitar. Jadi setiap pagi sebelum ke sekolah, saya selalu disuruh mengantarkan kue-kue tersebut ke beberapa warung. Meskipun kami hidup dalam kesederhanaan, tapi kami sangat bahagia. 

Masa kecil yang begitu indah saya rasakan bersama teman-teman yang tinggal di perkomplekan perumahan tentara.  Nenek saya sendiri adalah keluarga pensiunan tentara yang hidup dengan penuh kesederhanaan dan sangat bahagia. 

Dulu ketika masih bermain bersama teman-teman di kompleks, kami pernah berimajinasi dan saling bertanya tentang apa cita-cita kami ketika dewasa kelak. Ada yang mau jadi perawat, ada yang mau jadi Polwan, ada yang mau jadi guru, dan lain sebagainya.  Tapi waktu itu jawaban saya justru mau jadi pramugari karena saya pernah melihat seorang pramugari yang sangat cantik. Dan saya membayangkan enak jadi pramugari karena bisa naik pesawat ke mana saja. Jadi  di waktu kecil itu, tidak pernah ada di benak cita-cita untuk menjadi seorang guru.

Setelah tamat dari sebuah SD di Makassar,  saya ingin menuntut ilmu di pondok pesantren atas dasar keinginan saya sendiri. Orang tua saya mengizinkan untuk melanjutkan pendidikan di pondok pesantren yang ada di desa dekat kampung mama saya tinggal,

Selama menuntut ilmu agama di Mts pondok pesantren tersebut, saya banyak berlatih untuk percaya diri tampil di depan umum, yaitu latihan ceramah dan menjadi pembawa acara. Oleh sebab itu, saya sering mengikuti kegiatan lomba-lomba di sekolah. Dan sampai sekarang, saya termasuk orang yang tidak malu untuk tampil di depan umum.  

Selama 3 tahun lamanya menuntut ilmu di pondok pesantren tingkat MTs, saya memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang MA (Madrasah Aliyah). Di sini saya mulai banyak mengikuti kegiatan organisasi sekolah dan aktif di kegiatan pecinta alam. Selain itu juga aktif ikut kegiatan pramuka yang dilaksanakan oleh sekolah. 

 Setelah tamat dari MA, saya kembali pulang ke kampung halaman ibu saya karena  kedua orang tua juga sudah tua. Dan ayah juga sudah tidak kerja di proyek pembangunan tambang lagi. Sejak saat itu, saya harus membantu orang tua mengurus warung makan kecil-kecilan yang mereka bangun untuk membiayai kebutuhan keluarga. 

Pada suatu ketika, ayah mengajak saya untuk bertemu dengan kepala sekolah TK yang kebetulan masih kerabat. Di waktu yang bersamaan, TK yang beliau pimpin sedang membutuhkan guru disebabkan kedua gurunya sedang cuti; satu cuti hamil dan satunya  cuti kuliah. Awalnya saya ragu untuk menjadi guru.  Namun kata ayah, “Lebih baik kamu menjadi honor terlebih dahulu untuk masa depan kamu kelak.” 

Akhirnya dengan dorongan dari ayah dan arahan dari Kepala Sekolah TK tersebut, saya mengambil peluang tersebut. Katanya, “Untuk jadi guru hanya dibutuhkan keikhlasan dan kemauan, serta tekad yang kuat.  

Waktu itu saya berpikir, kenapa saya tidak memulai awal karier dengan kesempatan yang baik ini. Mungkin juga ini adalah jalan takdir yang akan menuntun saya untuk menjadi seorang guru yang profesional, walaupun dalam diri saya sebenarnya belum pernah terbersit keinginan untuk menjadi seorang guru. 

Setelah dua tahun berjalan menjadi guru TK, ternyata saya sangat menikmati profesi tersebut. Bahkan ketika ada rezeki, akhirnya ayah menyuruh saya kuliah. Kebetulan waktu itu sedang dibuka program kuliah jarak jauh di Universitas Terbuka (UT) di kabupaten tempat kami tinggal. Sambil mengajar, saya juga bisa melanjutkan kuliah di UT jurusan Pendidikan Guru Anak Usia Dini. 

Semuanya berjalan lancar, sampai akhirnya ayah saya harus berpulang ke rahmatullah sebelum melihat saya menjadi seorang sarjana. Setelah kepergian itu, dengan tekad yang kuat, saya berusaha menyelesaikan kuliah saya demi mewujudkan cita-cita almarhum ayah. Rupanya ayah ingin saya agar mampu meraih masa depan saya dengan menjadi seorang guru bergelar sarjana. Walaupun penuh perjuangan dan pengorbanan untuk menyelesaikan kuliah, akhirnya saya mampu menyelesaikan studi S1 tersebut. 

Empat tahun setelah tamat kuliah, saya diangkat menjadi Kepala Sekolah di TK tempat saya mengajar tersebut.  Sebab Kepala Sekolah sebelumnya harus dimutasi ke sekolah lain. Ini semua tidak lepas dari doa kedua orang tua dan juga jasa nenek yang telah membesarkan serta mendidik sehingga menjadi sosok yang tangguh dan pantang menyerah. 

 Hingga saat ini masih bertahan sebagai Kepala Sekolah, terhitung sudah 16 tahun lamanya. Selama itu, kami telah sukses menamatkan anak-anak didik serta menumbuhkan semangat di hati para guru di sekolah yang saya pimpin.  Sebagai guru, saya katakan, jangan takut untuk terus berjuang demi masa depan yang lebih baik. Menjadi guru harus terus belajar sepanjang hayat. Apabila seorang guru telah berhenti belajar, maka sejatinya dia telah berhenti menjadi seorang guru. 

Selanjutnya, impian saya yaitu melanjutkan pendidikan S2 serta menulis sebuah buku yang dapat bermanfaat dan menginspirasi semua orang agar jangan takut untuk melangkah ke depan karena kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. 

Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!

Editor: Moh. Haris Suhud



Semoga Informasi di atas bermanfaat bagi kita semua. Majukan Pendidikan Indonesia yang bermartabat dan berkualitas.


EmoticonEmoticon