Ditulis oleh Muyasaroh, S.Pd.SD
Mengajar di SDN 2 Kurnia Mataram
Saya dibesarkan dalam keluarga yang sederhana. Konon, bapak saya adalah seorang guru agama di salah satu Sekolah Dasar (SD) di Jawa Tengah. Namun kemudian tidak dilanjutkan karena ikut transmigrasi ke Lampung. Saudara dari bapak saya juga banyak yang menjadi guru, ada yang mengajar di Semarang dan Jakarta.
Saya sendiri adalah anak ke-2 dari 6 bersaudara, yang terdiri dari 3 laki-laki dan 3 perempuan. Dari kecil, saya sudah mempunyai cita-cita menjadi guru. Cita-cita itu muncul ketika saya di bangku SD melihat guru saya memakai baju dinas dan sepatu pantofel hak tinggi. Saya sangat tertarik dengan penampilan guru saya kala itu.
Setelah lulus SD, saya disekolahkan di pondok pesantren. Kebetulan kakak pertama saya juga sudah berada di pesantren. Saya menimba ilmu di pesantren selama 6 tahun yaitu mulai dari MTS sampai MAK.
Selama di pondok pesantren, saya banyak mempelajari ilmu Agama dan ilmu umum serta ngaji kitab kuning setiap bulan Ramadhan. Pendidikan di pondok pesantren ini melatih saya untuk belajar mandiri dan disiplin. Senang dan susah saya rasakan bersama teman-teman sampai akhirnya lulus MAK.
Setelah saya lulus MAK (Madrasah Aliyah Keagamaan), saya ingin sekali melanjutkan ke pondok pesantren Al Qodiri, Jember, Jawa Timur. Saya ingin kuliah dan mondok di sana. Ingin menyusul kakak saya yang sudah lebih dulu mondok di sana. Sayangnya, orang tua tidak merestui dengan alasan keterbatasan ekonomi.
Kemudian saya ditawari saudara agar merantau ke Jakarta dan kuliah di sana. Lagi-lagi orang tua, terutama ibu,tidak mengizinkan karena tidak tega saya hidup di ibu kota.
“Ya, sudahlah!” Pikir saya dalam hati.
Akhirnya saya mendapat informasi dari teman bahwa ada pendaftaran kuliah untuk program D2 PGSD dan S1. Saya awalnya ingin mendaftar untuk program S1, tapi banyak teman yang menyarankan untuk mengambil kuliah D2 dulu. Jika sudah lulus, baru melanjutkan ke S1. Akhirnya, saya mengikuti saran dari teman. Menurut saya, saran itu ada baiknya untuk mengantisipasi jika ada kendala terkait ekonomi.
Setelah lulus D2 PGSD, saya langsung mendaftar sebagai guru honorer yang mengajar di TK. Pada sore hari,saya juga mengajar di TPA (Taman Pendidikan Al-Quran di masjid tempat orang tua saya. Waktu itu santrinya lumayan banyak karena ada yang datang dari luar dusun. Mereka belajar ngaji dan juga belajar kesenian hadroh.
Di tengah kegiatan mengajar tersebut, saya sambil nunggu ijazah terbit dan menunggu informasi pendaftaran CPNS dan Guru Bantu.
Setelah satu tahun mengajar di TK, saya pindah mengajar di SD. Ketika ada seleksi Guru Bantu saya pun ikut mendaftar dengan berkas yang dikirim lewat kantor POS kala itu, yaitu pada tahun 2002. Namun saya tidak lolos pemberkasan karena menggunakan ijazah MAK (Madrasah Aliyah Keagamaan).
Tahun 2003, saya mendaftar lagi untuk menjadi Guru Bantu. Sudah sampai ikut tes, tapi tidak lulus. Namun demikian, saya tidak pernah merasa putus asa.
Di tahun 2004, ada pendaftaran CPNS besar-besaran. Formasi Guru SD terdapat kuota terbanyak yaitu sekitar 60 untuk ditempatkan di Lampung Tengah. Saya pun ikut mendaftar, melalui 2 jalur pilihan; dari jalur Depdiknas dan juga Depag.
Rasanya sangat bahagia ketika dinyatakan lulus pemberkasan dan mendapatkan nomor panggilan tes dari kedua jalur tersebut. Tapi yang kemudian menjadi masalah adalah, kebetulan tanggal tesnya bersamaan sehingga saya bingung ketika harus memutuskan mau ikut tes yang mana.
Akhirnya saya memohon pertimbangan dari ibu saya. Walaupun ibu saya tidak bersekolah tinggi namun penalarannya cukup kritis. Saya disarankan ikut tes dari jalur Depdiknas yang menyediakan jumlah formasi lebih banyak. Berkat saran dan do’a dari ibu, saya sendiri pun selalu menjalankan sholat malam (Tahajud) selama kurang lebih satu bulan mulai dari tahap tes sampai pengumuman, akhirnya baru pertama mengikuti tes CPNS, saya bisa lulus dengan SK tahun 2005 dan ditempatkan di SDN 1 Mataram Jaya.
Rasanya senang dan gembira, namun ada sedihnya juga. Senangnya melihat kenyataan bahwa saya telah diterima sebagai PNS. Sehingga saya bisa membantu biaya sekolah adik-adik. Sedihnya, saya harus bertugas mengajar yang jauh dari rumah. Namun saya tetap komitmen karena sudah menjadi jalan hidup saya.
Hari pertama berangkat ke tempat tugas yaitu di SDN 1 Mataram Jaya, saya naik sepeda motor dan sempat mengalami kecelakaan karena jalannya licin setelah hujan. Tapi semua itu harus saya jalani dengan penuh keikhlasan, walau saya harus pulang pergi menempuh jarak -+30 km.
Setelah menjalaninya selama 3 bulan, rasanya dada ini mulai terasa sesak mungkin karena selalu terkena angin dalam perjalanan. Oleh sebab itu, saya putuskan untuk ikut tinggal di rumah salah satu teman guru di sekitaran sekolah selama beberapa bulan hingga rasa sesak tersebut pulih.
Ketika dalam masa prajabatan, ada informasi kuliah program S1 PGSD jalur subsidi. Saya pun ikut mendaftar. Dan mungkin ini hikmah di balik kenapa orang tua pernah tidak mengizinkan saya mondok di Jawa Timur atau kuliah di Jakarta. Ternyata rencana Allah jauh lebih indah.
Saya menikah di tahun 2006 sambil menyelesaikan program studi S1 PGSD selama 2 tahun. Kebetulan, suami saya juga PNS tapi tugasnya di daerah yang berbeda. Tiap hari harus berangkat pagi dan pulang sore kecuali hari Minggu dan hari libur. Merasa kondisi badan sudah mulai capek dan harus menempuh jarak yang lumayan jauh, akhirnya suami menguruskan mutasi saya agar bisa pindah tugas ke tempat yang lebih dekat dengan tempat tugas suami.
Melalui proses yang lumayan ribet dan lama dari tahun 2006-2009, akhirnya saya bisa mutasi ke tempat tugas yang berdekatan dengan tempat tugas suami yaitu di SDN 2 Kurnia Mataram. Sehingga saya pun bisa kembali pulang ke kampung halaman di daerah tempat tinggal saya waktu kecil—ketika saya mulai bercita- cita menjadi guru.
Saya sangat bersyukur karena dengan menjadi guru, saya bisa mengamalkan ilmu yang pernah saya dapat agar menjadi ilmu yang bermanfaat bagi siswa-siswi sekarang maupun di masa yang akan datang. (*)
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
*Meniti Jalan Menjadi Guru (MJMG) adalah konten serial yang mengisahkan perjalanan dan pengalaman menjadi seorang guru yang ditulis sendiri oleh nama bersangkutan. Tayang eksklusif di NaikPangkat.com dan akan dibukukan dalam sebuah antologi dengan judul “Meniti Jalan Menjadi Guru”
Semoga Informasi di atas bermanfaat bagi kita semua. Majukan Pendidikan Indonesia yang bermartabat dan berkualitas.
EmoticonEmoticon