Undang-Undang Perlindungan Anak dan Dilema dalam Pembentukan Karakter Disiplin Peserta Didik

Hallo, Salam kembali kita berjumpa. Informasi terbaru dari Admin nih tentang Undang-Undang Perlindungan Anak dan Dilema dalam Pembentukan Karakter Disiplin Peserta Didik. Yang dikutip dari naikpangkat.com.

Oleh Janty Wattimena

Mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan

Universitas Kristen Satya Wacana

Pembentukan karakter anak di sekolah adalah salah satu jalan untuk menjadikan peserta idik sebagai pribadi yang tangguh dalam menghadapi segala bentuk tantangan dalam kehidupan bermasyarakat.Peningkatan kedisiplinan menjadi salah satu tujuan dalam proses pembentukan karakter.

Namun, pada kenyataannya, tindakan hukuman yang diberikan oleh guru dalam menegakkan kedisiplinan di sekolah—yang dulu dianggap biasa-biasa saja—saat ini dipandang sebagai sebuah pelanggaran. Akibatnya, guru mengalami dilema dalam upaya penegakan kedisiplinan tersebut. Ancaman jeratan hukum menanti jjika pihak orang tua tidak terima atau LSM menggugat atas nama membela hak anak.

Fungsi guru sebagai pembentuk karakter anak tidak memiliki dasar undang-undang yang kuat. Kurangnya perlindungan dari sisi hukum ini menjadikan guru selalu menjadi “kambing hitam” jika salah dalam mengambil langkah dalam membentuk karakter siswa. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 memang menjadi dasar hukum bagi profesi guru dan dosen. Namun dalam tataran implementasi, undang-undang tersebut masih belum terlihat berkontribusi terhadap nasib guru sebagai tenaga pendidik karakter. Sehingga tindakan yang dilakukan guru untuk mendisiplikan murid dalam batasan-batasan tertentu, misalnya, dapat disalahartikan sebagai pelanggaran pidana.

Peran guru dalam dunia pendidikan

Guru memilki peran untuk mendidik, membimbing, mengajar, dan melatih. Keempat kemampuan tersebut merupakan peran yang terintegrasi, terhubung satu sama lain yang tak dapat dipisahkan.  Sudah seharusnya guru memiliki keempat kemampuan tersebut.

Dalam beberapa literatur dijelaskan ada beberapa poin penting mengenai peran guru di sekolah di antaranya adalah:

  1. Pendidik atau edukator; merupakan peran utama dari seorang guru khususnya dalam jenjang sekolah dasar dan menengah. Peran ini akan lebih terlihat sebagai seorang teladan bagi siswa. Guru akan dijadikan sebagai role model dalam memberikan contoh teladan sikap dan perilaku, dan nantinya akan berpengaruh dalam pembentukan kepribadian anak didik.
  2. Pengatur atau manager; guru ditekankan untuk dapat memiliki peran dalam menetapkan ketentuan-ketentuan dan tata tertib yang disepakati bersama di sekolah. Selain itu memberikan arahan-arahan dan batasan agar tata tertib sekolah dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya.
  3. Administrator; guru memiliki peran untuk menjalankan segala bentuk administrasi sekolah, mulai dari pengisian jadwal hadir, buku nilai, buku rapor, administrasi kurikulum dan sebagainya.
  4. Pengawas atau supervisor; di sini akan terkait dengan hal bimbingan dan pengawasan kepada anak didik, pemahaman terhadap segala permasalahan anak didik, dan menemukan solusi dalam masalah proses pembelajaran.
  5. Pimpinan atau leader; peran guru di sini berbeda dengan peran sebagai manager yang terikat dengan aturan baku. Dalam aspek kedisiplinan, contohnya, guru akan lebih menekankan dan memberikan kebebasan secara bertanggung jawab kepada anak didik.
  6. Inovator; di sini peran guru harus memiliki kemauan belajar yang tinggi guna menambah ilmu pengetahuan dan keterampilannya. Tanpa semangat dan tekad yang tinggi, tidak mungkin guru untuk dapat berinovasi untuk meningkatkan mutu pembelajaran.

Jenis dan faktor penyebab terjadinya pelanggaran kedisiplinan

Seiring dengan proses pembelajaran yang dilakukan guru di sekolah, sudah tentu banyak sekali hambatan dan permasalah yang terjadi. Baik itu dari lingkungan umum di sekolah atau dari pribadi anak didik sendiri.

Tata tertib di sekolah sebenarnya dibuat untuk mengatur dan membimbing seluruh warga sekolah agar tetap dalam koridor hukum moral yang berlaku. Tata tertib ini juga dibuat guna meningkatkan kualitas dan kedisiplinan para warga sekolah. Namun ada saja pelanggaran yang dilakukan oleh warga sekolah, termasuk anak didik dalam proses pembelajaran.

Beberapa pelanggaran yang terjadi di sekolah dan dilakukan oleh peserta didik di antaranya adalah:

  1. Pelanggaran disiplin waktu

Terlambat datang sekolah merupakan fenomena yang sering terjadi hampir di semua sekolah. Kebiasaan datang terlambat ke sekolah adalah tingkah laku yang melanggar peraturan. Kebiasaan datang terlambat ini jika tidak segera diatasi akan mempengaruhi proses kegiatan belajar. Adapun faktor penyebabnya antara lain tidur yang larut malam.

  1. Pelanggaran disiplin pakaian

Dalam kaitan pelanggaran di sini, siswa terkadang memodifikasi bentuk dari pakaiannya menjadi tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Faktor penyebab terjadinya pelanggaran ini adalah ingin menunjukan sesuatu yang berbeda dan bisa juga disebut mencari perhatian orang lain.

  1. Pelangggaran disiplin kebersihan

Masalah kebersihan, pada umumnya pihak sekolah sudah menerapka anjuran membuang sampah pada tempatnya. Kebersihan kelas pun biasanya menjadi tanggung jawab siswa dalam kelas. Namun pelanggaran kerap kali terjadi dengan selalu menganggap remeh akan hal kebersihan. Faktor penyebabnya adalah rasa apatis dalam diri yang tidak mau peduli kepada orang lain.

  1. Pelanggaran disiplin ketertiban umum

Pelanggaran umum yang terjadi di antaranya adalah berbuat onar, perundungan, perkelahian siswa, dan perusakkan sarana dan prasarana sekolah. Masalah ini kerap terjadi pada kalangan usia remaja dikarenakan belum matangnya pola pikir anak didik. Sehingga tindakan yang diambil pun tanpa pikir panjang dan cenderung tidak mempedulikan keadaan sekitar dan orang lain.

Bentuk tindakan guru terhadap murid

Beberapa tindakan yang dapat diambil dalam rangka menegakkan kedisiplinan di sekolah oleh guru biasanya bergantung pada jenis pelanggaran itu sendiri. Misalnya, memberikan hukuman dengan memotong rambut yang panjang bagi siswa laki-laki. Ini biasa terjadi pada pelanggaran disiplin kerapihan siswa.

Tindak pelanggaran yang agak berat, tindakan yang diambil jelas berbeda dengan tindakan disiplin ringan dalam hal memberikan hukuman. Untuk kasus perkelahian, perundungan, atau perusakkan sarana akan diberi hukuman sanksi berupa skorsing

Terkadang memang ada beberapa tindakan dari guru yang melewati batas, seperti menampar siswa atau memukul siswa. Sebenarnya, guru bukan tanpa alasan dalam bertindak seperti itu, terkadang siswa di rata-rata di usia remaja juga melakukan perlawanan dan tidak menghormati guru sebagai pengganti orangtua di sekolah. Kasus seperti inilah yang dulunya dianggap, namun saat ini menjadi hal yang sangat dipermasalahkan, bahkan sampai mengkaitkan dengan hukum. Hal ini jelas menjadi dilema bagi guru dimanapun.

Dalam undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, di dalam Pasal 1 Ayat 1 ditegaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Seiring dengan ketentuan tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, Pasal 52 Ayat 1 menegaskan pula tentang tugas pokok guru yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing, dan melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru.

Dengan adanya peran membimbing dan mengarahkan, dalam konteks ini artinya guru harus bisa membentuk karakter anak agar mempunyai sikap dan sifat yang baik. Hal ini wajid dilakukan secara khusus di lingkungan sekolah karena tanggung jawab guru memang mengawasi anak selama berada dalam jam belajar di sekolah.

Pandangan masyarakat, terutama orang tua siswa saat ini terhadap tindak disiplin, terkadang menganggapnya sebagai suatu tindak kekerasan. Ditambah lagi dengan adanya undang-undang tentang perlindungan anak yang secara khusus memang melindungi peran anak di sekolah. Ini menjadikan guru serba salah dalam memberikan sanksi-sanksi yang dilakukan. Hal lain yang menambah keraguan dan dilematika ini adalah kemajuan teknologi yang membuat segala tindak guru seperti terawasi yang mudah sekali tersebar di media sosial.

Solusi permasalahan

Jika kita melihat dari beberapa kasus dan penjelasan di atas, agar tidak ada pihak yang dirugikan, baik dari pihak siswa, orang tua, guru, dan sekolah, maka perlu dibentuk suatu badan yang bergerak menjembatani antara pihak sekolah dan siswa/orang tua. Badan atau organisasi ini bisa bergerak bebas dalam mengungkap segala pelanggaran yang terjadi dan tidak boleh berpihak ke satu sisi. Badan ini pun harus dalam lindungan pihak hukum berwajib agar bisa bergerak sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Badan ini bisa dinamakan sebagai Badan Hak Pendidik yang berfungsi menelaah segala pelanggaran yang terjadi di sekolah, baik dari sisi siswa dan sisi guru sebagai pendidik. Karena pelanggaran juga bisa dilakukan oleh guru terhadap siswanya ataupun sebaliknya. Ini juga akan membatasi ruang lingkup dan pergerakan guru sebagai pendidik dalam memberikan hukuman tindak disiplin dan mengarahkan agar tidak melakukan segala bentuk pelecehan terhadap siswa. Badan ini juga akan menjadi penengah dalam menghadapi kasus-kasus yang naik ke ranah hukum pidana seperti yang saat ini sering kali terjadi.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa segala tindak disiplin yang dilakukan oleh pihak pengajar atau guru saat ini sangat terganggu dan dibayang-bayangi oleh ancaman hukum yang mengatasnamakan undang-undang perlindungan anak. Sikap sedikit keras dengan maksud mendidik dan memberi efek jera sudah sulit dilakukan, ditambah lagi efek media sosial yang menjadi “kamera pengawas” akan tindak laku guru sebagai pengajar.

Undang-undang perlindungan anak telah mengubah pola didik guru dan pola pikir orang tua terhadap proses pendidikan yang terjadi di sekolah. Undang undang perlindungan anak membuat guru tidak bebas lagi dalam mengambil tindakan dan memberikan sanksi kepada siswa di sekolah. Oleh sebab itu, guru akan menjadi pasif dalam menegakkan kedisiplinan di sekolah karena takut akan dijerat oleh undang-undang perlindungan anak. Bagi orang tua, undang-undang tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk mempidanakan guru ketika melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan keinginannya. Orang tua tidak lagi memberikan kepercayaan secara utuh kepada guru untuk mendidik siswanya.

Beberapa kasus yang terjadi belakangan ini yang sempat viral di antaranya adalah anak didik yang berani melawan guru, mengangkat kaki saat pelajaran berlangsung di depan guru, bahkan ada yang berani memukul guru. Karakter seperti ini tentunya bukan harapan dan tujuan dari pendidikan yang diberikan di sekolah.

Di sisi lain, berlakunya undang-undang perlindungan anak sangat membatasi guru dalam mendisiplinkan muridnya. Akhirnya banyak guru yang hanya bisa diam saat anak mereka melakukan tindakan pelanggaran dan melewati batas norma kesopanan.

Ini tidak sesuai dengan tujuan dari penyelenggaraan pendidikan. Sebab, di samping tercapainya prestasi akademik, tetap diperlukan pembentukan karakter dan akhlak yang baik. Dan pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.



Semoga Informasi di atas bermanfaat bagi kita semua. Majukan Pendidikan Indonesia yang bermartabat dan berkualitas.


EmoticonEmoticon